Informasi Aqiqah
Ubaid Ashmu’i dan Zamakhsyari mengungkapkan bahwa menurut bahasa, aqiqah artinya rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Sedangkan menurut Al-Khathabi, aqiqah ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi. Dinamakan demikian karena kambing itu dipotong dan dibelah-belah. Ibnu faris juga menyatakan bahwa aqiqah adalah kambing yang disembelih dan rambut bayi yang dicukur.
Adapun dalil yang menyatakan bahwa kambing yang disembelih itu dinamakan aqiqah, antara lain adalah hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Atta’, dari Ibnu Abbas secara marfu’ : “Bagi seorang anak laki-laki dua ekor aqiqah dan anak perempuan seekor”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aqiqah adalah serangkaian ajaran Nabi Saw untuk anak yang baru lahir yang terdiri atas mencukur rambut bayi, memberi nama dan menyembelih hewan.
Bagaimana hukumnya seseorang yang sudah besar tapi belum pernah diaqiqahkan oleh orang tuanya. Apakah dia masih harus aqiqah walau orang tuanya sudah meninggal ? Lalu bolehkan melaksanaan aqiqah sendiri?
Dalam permasalahan ini, ulama terbagi kepada dua pendapat :
Pertama :
Disunahkan bagi mereka yang belum sempat diaqiqahkan oleh orang tuanya, untuk melaksanakan aqiqah sendiri. Sebagaimana pendapat Atho’ , Hasan, Muhammad bin Sirin, dan sebagian kalangan Syafi’i. Mereka menjadikan hadits yang menjelaskan bahwa nabi saw pernah melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri sebagimana termaktub dalam kitab I’anathutholibin (Syarah dan kitab Fathul Mu’in Jus 2 Halaman 336) Bahawa Rasulullah Muhammad SAW melaksanakan Aqiqah untuk dirinnya sendiri sesudah beliau diangkat menjadi nabi (usia 40 tahun)
Kedua :
Tidak diwajibkan pada seorang anak yang belum sempat diaqiqahkan oleh orang tuanya untuk melakukan aqiqah sendiri. Karena aqiqah pada asalnya disyariatkan kepada orang tua atau wali yang memeliharanya. Maka tidak ada perintah untuk melakukannya sendiri. Pendapat ini yang dijadikan landasan kalangan Syafi’i dan Ahmad bin Hambal.
Setelah jelas dua pendapat diatas, dan lemahnya dalil yang dijadikan landasan pendapat pertama. Terdapat beberapa keterangan dari para ulama terdahulu yang menjelaskan bahwa mereka melakukan aqiqah secara sendiri. Seperti keterangan yang didapatkan dari Imam Hasan al Bashri : “ jika belum sempat diaqiqahkan, maka lakukanlah aqiqah sendiri bagi anak laki – laki “. Sebagaimana ungkapan Muhammad bin Sirin : “ aku melakukan aqiqahqu sendiri dengan seekor kambing “.
Dari keterangan berikut dapat disimpulkan bahwa ulama tidak melarang untuk melakukannya secara sendiri. Maka bagi yang belum sempat diaqiqahkan oleh kedua orangtuanya, tidak mengapa jika ingin melakukannya sendiri. Sebagaimana tidak ada larangan untuk tidak melaksanakannya.
Syarat Fisik Kambing Aqiqah
Menurut pendapat ulama salaf, syarat fisik kambing untuk aqiqah ini sama seperti syarat hewan qurban. Kondisi fisik hewan harus sehat, berat timbangannya, tidak cacat, bebas penyakit, dan cukup umur.
Memilih kambing aqiqah yang memenuhi syarat syah memang tidak mudah bagi kita yang belum berpengalaman. Maka dari itu, kita dapat menggunakan bantuan dari jasa aqiqah online (Medan) seperti Beringin Aqiqah untuk memilih kambing yang terbaik. Niat baik dengan memberikan yang terbaik, tentu akan memberikan kebahagiaan yang maksimal buat para tamu undangan dan orang lain yang menerima paket aqiqah dari kita. Dengan demikian, maka paketan akikah yang dibagikan harus dalam keadaan yang baik.
Syarat Umur Kambing Aqiqah
Ketika ditanya berapa batasan umur kambing aqiqah, maka kita harus merujuk kepada hadist dari Nabi Muhammad. Hewan aqiqah yang tidak memiliki cukup usia, akan berimplikasi pada ibadah akikah yang dilaksanakan menjadi tidak sah. Kami telah sebutkan bahwa, syarat usia hewan untuk aqiqah disetarakan dengan hewan untuk qurban. Berikut kutipan Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim mengenai usia hewan qurban.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً, إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ اَلضَّأْنِ”
“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari domba.” (HR. Muslim no. 1963).
Apa itu Musinnah?
Musinnah adalah kecukupan usia dari hewan sembelihan. Berikut rincian musinnah beberapa hewan untuk qurban di hari raya Idul Adha yang dilansir oleh rumaysho.com:
- Musinnah dari kambing adalah telah berusia 1 (satu) tahun (masuk tahun kedua).
- Musinnah dari sapi adalah telah berusia dua tahun (masuk tahun ketiga).
- Musinnah unta adalah telah genap lima tahun (masuk tahun keenam).
Inilah pendapat yang masyhur di kalangan fuqoha. Berikut adalah tabulasi umur minimal dari hewan untuk kurban.
Hewan | Ketentuan Umur Minimal |
Unta | 5 tahun |
Sapi | 2 tahun |
Kambing | 1 tahun |
Domba | 6 bulan |
Apa itu Jadza’ah
Jadza’ah adalah domba yang telah berusia enam bulan hingga satu tahun.
Dari penjelasan di atas, maka umur kambing untuk aqiqah setidaknya berusia lebih dari satu tahun. Anda bisa beraqiqah dengan berbagai jenis kambing seperti kambing Garut, kambing Jawa, biri-biri, domba, gibas, kambing benggala, kambing etawa, kambing PE, dan jenis kambing lainnya. Anda boleh beraqiqah dengan kambing yang usianya kurang dari satu tahun (lebih dari 6 bulan) untuk aqiqah, hanya jika kesulitan mendapatkan kambing yang musinnah.
Syarat kambing aqiqah ini berlaku di semua negara muslim. Indonesia, Malaysia Arab Saudi dan negara lainnya juga menggunakan dasar yang sama dalam beraqiqah, yakni sunnah dan hadist Nabi Muhammad.
(Jasa Aqiqah Medan)
Sebagimana diungkapkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad fi Al-Islam, pendapat para fuqoha tentang hukum aqiqah terbagi menjadi tiga.
Pertama adalah pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu sunnah yang merupakan pendapat dari Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Abu Tsaur.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu adalah Wajib. ini merupakan pendapat dari Imam Hasan Al – Bashri, Al-Laits Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. Dasar pendapat mereka adalah hadist yang diriwayatkan Muraidah dan Ishaq Bin Ruhawiah yang artinya : “Sesungguhnya manusia itu pada hari kiamat akan dimintakan pertanggungjawabannya atas Aqiqahnya seperti halnya pertanggungjawaban atas lima waktunnya”
Ketiga, pendapat yang menolak disyariatkannya Aqiqah, Ini adalah pendapat ahli fiqih Hanafiah. Mereka berdasarkan pada hadist Abu Rafi, Bahwa Rasulullah pernah berkata kepada Fatimah, “Jangan engkau mengaqiqahinya tetapi cukurlah rambunya”. Namun, dari mayoritas pada fuqoha berpendapat bahwa konteks hadist tersebut justru menguatkan disunnahkan dan dianjurkannya aqiqah, sebab Rasullulah sendiri telah mengaqiqahi Hasan dan Husein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengaqiqahi anak itu sunnah dan diajurkan.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ketika anak baru lahir dianjurkan segera di aqiqahi dengan menyembelih kambing dan menggunduli rambut bayi. Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan disembelihkan seekor kambing.
Berikut ini sabda Rasulullah SAW mengenai ketentuan hewan atau kambing aqiqah :
عن الغلام شاتان متكأ فئتان . و عن الجارية شاة
”Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang mirip, dan untuk anak perempuan satu ekor. Dan dibolehkan satu ekor domba untuk anak laki-laki”.
Hadits lain menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لايضركم أذكرانا كن أم إناثا
“Untuk anak laki-laki dua kambing, dan untuk anak perempuan satu kambing, dan tidak memudharati kalian apakah kambing-kambing tersebut jantan atau betina.” (HR. Ashhabus Sunan, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Hukum aqiqah kambing jantan ataupun kambing betina tidak ditemukan dasar hukumnya, namun Rasulullah hanya menunjukkan bahwa hewan yang disembelih untuk aqiqah berupa kambing dan domba serta ketentuan jumlah hewan aqiqah bagi masing-masing jenis kelamin.
Non Muslim Makan Daging Aqiqah & Satu Acara Dengan Aqiqah
Boleh-boleh saja memberikan sedekah dalam bentuk apapun kepada non-muslim, baik berupa daging hewan akikah maupun lainnya. Hal ini didukung oleh sejumlah nas Alquran. Di antaranya Allah befirman,
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (QS al-Mumtahanah: 8)
Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan (QS al-Insan: 8)
Menurut para ulama ayat di atas berlaku mutlak, di mana orang yang ditawan adalah para musuh yang berasal dari kalangan non-muslim yang tetap dalam agama mereka. Nabi saw. juga sering memberikan makanan kepada orang yahudi.
Umar juga pernah memberi kepada peminta-minta yang beragama Yahudi. Serta berbagai contoh lainnya.
Namun, kalau bentuknya zakat para ulama sepakat bahwa ia tidak boleh diberikan kepada non-muslim.
Selanjutnya acara aqiqah juga boleh digabungkan dengan acara pernikahan adik. Hanya saja yang harus diperhatikan bahwa pembagian daging aqiqah hendaknya diberikan sesuai dengan cara yang dianjurkan: yaitu sepertiga boleh dikonsumsi sendiri, seperti untuk kerabat dan tetangga, sementara sepertiga lagi untuk para fakir miskin.
Wallahu a’lam bish-shawab
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh
Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana
dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad
Shallallahu alahi wa sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam
tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
2. Dalam aqiqah ini
mengandung unsur perlindungan dari syaitan
yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna
hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” . Sehingga Anak
yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan
syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al
Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan
tergadai oleh aqiqahnya“.
3. Aqiqah merupakan tebusan
hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari
perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari
memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
4. Merupakan bentuk taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur
atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana
menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya
keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah
SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah
(persaudaraan) diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah
yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.
Sumber : Madinatul Ilmi